2007/09/30

“Mains-mains”



(main-main mainin mainan,2006 ukuran variabel. Pameran Festival Seni Surabaya)



“Mains-mains” berasal dari bahasa Indonesia yaitu kata main-main ditambah huruf s, yang merupakan plesetan dari bahasa inggris yaitu kata “minds-minds” yang berarti pikiran-pikiran. Pada dasarnya kata “main-main atau bermain-main” , bagi semua orang lebih diartikan pekerjaan yang sering dilakukan oleh anak-anak. Namun perlu dipahami kata “main-main atau bermain-main” dalam konsep “mains-mains” merupakan konsep kerja yang lebih menekankan sikap-sikap untuk menemukan kompleksitas diri.
Disadari memang pada dasarnya naluri bermain adalah salah satu unsur yang paling mendasar dalam kehidupan, khususnya dunia seni rupa. Menurut seorang antropolog dan sejarawan Belanda, Johan Huizinga (1872-1945)², manusia pada intinya adalah salah satu makhluk yang dalam kehidupannya tak terlepas dari permainan atau dunia bermain. Manusia adalah makhluk bermain (homo ludens). Dalam bahasa Indonesia kata bermain dan bemain-main merupakan dua kata yang dipahami sebagai fenomena psikologi atau fenomena biologis, kata bermain lebih dianggap baik, positif, dan netral; sedang bermain-main lebih dianggap negatif dan kurang baik¹.
Dalam konsep “mains-mains” kata main-main atau bermain-main bukan dipahami seperti tersebut diatas, melainkan sebagai kebebasan yang mendasari dari bermain, sebab dengan bermain manusia bisa menciptakan kondisi atau suasana yang bersifat temporari dengan tujuan diri sendiri, dan dapat dilakukan tanpa peritah, alami dan tanpa tekanan.



(main-main mainin mainan,2006 ukuran variabel. detail)



Dari sinilah seniman yang notabenenya juga seorang guru seni rupa bermaksud berkarya dengan konsep “mains-mains” sebagai wujud manifestasi dari kejenuhan dan kekakuan diri sebagai seorang pengajar seni rupa disekolah. Sebagai guru seni rupa yang dituntut dalam dua aspek: mengajar (mind/pemikiran) dan berkarya (main-main/kebebasan). Kedua aspek inilah yang selalu melekat didalam hati seniman, selain mempunyai tanggung jawab mengajar dengan ilmu yang dimiliki, juga berkarya dengan pencapaian kebebasan berkreasi.
main-main mainin mainan IV (the last stand, 2008)




KAMPUNGKU…



Kampungku…, sebuah narasi kecil dalam pameran tunggal seni rupaku, yang dilaksanakan di Bojonegoro, 20 Januari 2005. Sepulangku dari kelulusan kuliahku di Universitas Negeri Surabaya jurusan seni rupa. Berangkat dari kekosongan aktifitas dan sebuah penantian menunggu panggilan lamaran mengajar. Pameran ini adalah pameran gambar dari kardus yang dibuat bersama dengan sejumlah anak-anak desaku yang berumur mulai dari 3 sampai 6 tahun yang dipajang ditembok rumah sepanjang 12 m.

Kampungku…, sebuah desa kecil dan tandus penghasil tembakau bernama “Prayungan” yang terletak 13 Km di sebelah timur kota Bojonegoro, dengan penduduk berjumlah 800 kepala keluarga. Desaku meskipun tanahnya kering dan tadus disekelilingnya terdapat perusahaan rokok dan gudang tembakau yang menjadi penompang hidup penduduk desa, selain itu para penduduk desaku tidak jauh berbeda dengan penduduk diseluruh Indonesia lainnya, mereka bercocok tanam dipersawahan. Dalam bercocok tanam mereka terdiri dari dua musim; musim kemarau dengan menanam tembakau dan musim penghujan dengan menanam padi. Penduduk desaku tergolong masyarakat menengah kebawah, meskipun mereka berpenghasilan dari bertani dan bekerja sebagai buruh perusahaan rokok dan gudang tembakau.


Kampungku…, walau tergolong desa yang menengah kebawah, namun para penduduk sangat menikmati, tentram, damai dan sejahtera. Tapi kadang ada kekhawatiran yang sangat besar dalam cara hidup didesaku. Yaitu anak-anak, yang selalu ditinggal ibu mereka mulai pagi bersamaan dengan anak-anak berangkat kesekolah, sampai sore menjelang senja, ibu-ibu dan para wanita mencari uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dengan menjadi buruh diperusahaan rokok maupun digudang tembakau, sedangkan para bapak mereka mulai pagi sampai siang sudah berada di sawah dan bekerja di gudang tembakau. Sehingga anak-anak menjadi kurang perhatian dari keluarga.

2007/09/11

MIX MEDIA

Karya study

Rekonsiliasi untuk Wanita Tertindas (2000)

Search This