2007/12/15

Profil Seniman

SALAMUN KAULAM



Salamun Kaulam, nama yang tidak terlalu asing dikalangan dunia seni rupa khususnya seni rupa Jawa Timur. Salamun Kaulam atau lebih akrab disapa dengan sebutan ‘Pak Sal’, selain dikenal sebagai seorang seniman yang kharismatik beliau juga sebagai staf pengajar di Jurusan Seni Rupa UNESA (Universitas Negeri Surabaya). Pak Sal memulai kariernya sebagai pengajar seni rupa di UNESA atau dulu disebut IKIP (Institut Keguruan Ilmu Pendidikan) sekitar tahun 1982 sampai sekarang bahkan di tahun 2004 sampai 2007 beliau pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Bahasa dan Seni UNESA.
Salamun Kaulam, yang lahir di kota Tuban Jawa Timur, 9 Juli 1954, akrab pertama kali didunia seni rupa dimulai dengan kegemarannya menggambar ilustrasi komik, dari kegemarannya itu sekitar tahun 70-an beliau mulai belajar membuat komik sendiri bahkan sempat menerbitkan beberapa judul. Selain itu beliau juga pernah bekerja dan membantu sebagai ilustrator di majalah “JAYA BAYA” , majalah di Surabaya yang berbahasa jawa .
Salamun Kaulam, mulai mengikuti pameran lukisan diawali sejak keterlibatanya secara non formal saat belajar melukis di LIA PAINTING CIRCLE Surabaya dalam bimbingan (alm.) Krisna Mustadjab. Selain belajar non formal beliau juga pernah mengeyam bangku perkuliahan dengan gelar Sarjana Muda di IKIP Surabaya sekitar tahun 1976, yang kemudian diteruskan dengan pencapaian gelar Sarjana Seni Rupa di IKIP Yogyakarta pada tahun 1980. Dari sinilah nama ‘pak Sal’ tidak dikenal hanya di dunia seni rupa Jawa Timur melainkan di dunia seni rupa Yogyakarta.
Salamun Kaulam, dengan berbekal ilmu dan keahlian seni rupa yang pernah didapat dari non akademis dan akademisnya, ‘pak Sal’ mengalami perkembangan yang seiring dengan perkembangan jiwanya. Memang perkembangan seorang pelukis/seniman bisa ditandai dengan perubahan karyanya, perjalanan bisa horisontal atau vertikal, dan itu tampak terjadi pada diri ‘pak Sal’. Karya-karya ‘pak Sal’ dalam berbagai even pameran banyak ditemui dengan berbagai gaya baik abstrak maupun dengan mooi indie-nya. Meski dengan gaya yang berubah-ubah, karya ‘pak Sal’ tidak lepas dari kekuatan goresan dan kekuatan warna yang dimiliknya, meski dituangkan dalam bebagai karya dengan berbeda teknik, bahan dan media. Selain dengan gaya yang berbeda ‘pak Sal’ juga mengalami perbedaan dalam menentukan konsep yang beliau tuangkan (visualisasikan): persoalan sosial, lingkungan, religi, keluarga serta persoalan jati diri selalu mewarnai dalam setiap karyanya. Hal ini terlihat dari karya beliau dengan versi Rajah, Kehidupan Alam dan Wajah (sebelum 1990) dengan ditandai pameran Tunggalnya di CCF (Center Culture Francais) Pebruari 1990, beliau menampilkan karya abstrak dengan bahan pastel yang dilukis dengan warna yang mempesona dan bentuk-bentuk geometrik yang tersusun satu sama lain. Sedangkan karya Mooi indie-nya lebih kearah konsep potret kehidupan keluarga yang dilukiskan dengan figur wanita yang anggun dan berjari lentik melalui gaya ekspresionis .


Salamun Kaulam, dalam perkembangan terakhir lebih mengaktualkan karya-karyanya dalam gaya abstrak ekpresionis tanpa terlepas dari kekuatan goresan dan kekuatan warna. Namun disela-sela kesibukannya saat menjabat sebagai Pembantu Dekan II, beliau menggelar pameran tunggal dengan judul “Corat-Coret” dengan karya seputar coretan diatas kertas yang sempat beliau buat. Pameran tersebut dilaksanakan di Malang Raya pada tahun 2004 di Rumah Seni Sattar (Dosen UNESA).

Tak ada karya besar yang lahir dari jiwa yang tidak besar. (mengutip dari tulisan Amang Rahman, Katalog Pameran Lukisan Salamun Kaulam, 1990)

HRLEWRBVHBVZZ…

HRLEWRBVHBVZZ…, sebuah onomatopea kata yang terilhami dari tiruan bunyi yang diluncurkan sebagai sebuah tema dalam pameran seni rupa yang diselenggarakan di Rumah Seni Muara Yogyakarta oleh segerombolan perupa Surabaya, yang dilaksanakan pada tanggal 15–31 Desember 2004. Sebagai tindak lanjut dari pameran UL-TAH Dewan Kesenian Surabaya. Bunyi HRLEWRBVHBVZZ… onomatopea yang berasal dari suara pita kaset tape recorder yang sedang memutar ke posisi awal (rewind) dengan memencet tombol setengah tekanan. Kuss Indarto (2004)
Meski onomatopea HRLEWRBVHBVZZ… terkesan sulit dan berbeda dengan teksnya, meski maksudnya sama. Namun bagi para perupa HRLEWRBVHBVZZ… itu berarti me-review yang dianalogikan menjadi unsur bersifat “tanda” yang terrealisasikan dalam bentuk kalimat unik. Me-review diartikan mengulas dengan memberi tangggapan, pikiran, renungan, komentar atas kejadian atau ucapan seseorang, me-review juga bisa dikatakan mengkritik, yaitu memberi nilai yang bersifat normative terhjadap seluk beluk dengan tujuan apresiatif, me-review menjadi dasar yang bisa memberikan perbandingan untuk mengetahui persamaan atau selisihnya. (katalog pameran 2004)
Dalam pameran HRLEWRBVHBVZZ… yang diprakarsai oleh Kenyut, Fibri, dan Syalabi ini diikuti oleh segerombolan perupa dari Surabaya yang berjumlah sekitar 33 (tiga puluh tiga) yang terdiri dari berbagai komunitas baik akademis maupun otodidak mereka adalah Agus Koecink, Anasetan, Anis, Alfjr X-Go, Ars Dewo, Bambang Bp, Benny , Budi, Becak, Dukan, Didik, Enok, Ferisal, Jopram, Koko, Khoirul, Risky, Yunizar, Mufi, Nanang, Ngadiono, Ruwaidah, Rizal, Sigit, Sandy, Sifin, Wedar, Dean Yudistira.

Banyak catatan yang bisa diperoleh mulai dari penentuan konsep tema HRLEWRBVHBVZZ… yang belum bisa menompang dan memberikan tolak ukur dalam memahami sebagian besar karya yang yang ada didalamnya, sampai tata cara dalam penentuan skala, yaitu teknis ukuran karya. Dengan batasan ukuran karya kecil, tak lebih besar dari 35 x 35 cm dan 25 x 45 cm, sehingga hasrat HRLEWRBVHBVZZ… sebagai upaya untuk me-review yang dimaknai sebagai cara memberikan perbandingan untuk mengetahui persamaan atau selisihnya hal ini belum terasa tercukupi.
Namun yang lebih ditekan lagi, pameran ini mampu menjadi spirit bagi para perupa muda saat itu, sebagai tolak ukur eksistensi keberadaan perupa muda Surabaya yang sedang menggeliat. Meski bukanlah karya-karya yang inovatif, bahkan karya yang baru, tapi tetap disadari bahwa pameran ini merupakan peluang dari medan kecil dalam dunia seni rupa Indonesia.



Rumah Seni Muara,
Jl. Parang Tritis Km. 9
Yogyakarta

Search This