2009/11/17

Menyelami Bisnis Cetak Digital Pin, Kaos dan Mug

Berwiraswasta terkadang menjadi momok bagi sebagian orang karena bingung memilih  bisnis apa yang cocok dan berprospek ke depannya. Terlebih lagi masalah modal dan kemampuan keterampilan masih sering menjadi kendala.

Namun jika jeli, maraknya kebutuhan perusahaan untuk produk promo cetak yang dikemas dalam beberapa media seperti cangkir, kaos, pin dan lain-lain, mungkin bisa menjadi pilihan untuk memulai bisnis.

Adalah Lembaga Pendidikan Teknologi Terapan Indonesia (LPTTI) yang menyediakan pelatihan berbisnis usaha cetak digital mulai dari cetak pin, kaos, mug, ID Card, piring, keramik, kain, tas dan lain-lain. Calon wirausahawan akan dibekali beberapa keterampilan seperti komputer desain grafis, operasional mesin cetak digital, penggunaan beberapa media cetak dan lain-lain.

Menurut seorang Tutor LPTTI Yanwar Katamsi mengatakan bahwa prospek bisnis cetak digital untuk media khusus promo ke depannya masih cukup menggiurkan. Pelatihan ini kata dia, sebagai investasi awal bagi wirausahawan baru yang akan memulai usaha dengan modal dan operasional usaha yang relatif mudah.

Yanwar mengatakan bisnis cetak digital bisa dijalani sebagai bisnis sambilan khususnya bagi orang yang masih bekerja atau belum bekerja tanpa harus bersusah-susah membuka gerai khusus. Namun kata dia bisnis ini sangat tergantung dengan kemampuan menembus pasar dengan menawarkan jasa cetak digital kebeberapa perusahaan atau instansi yang memerlukan media cetak promo.

Selain itu, bisnis cetak digital media promo bisa dilakukan dengan membuka gerai khusus seperti di areal kampus, pusat-pusat perbelanjaan dan lain-lain. Dikatakannya pasar dari segmen ini lebih pada anak-anak muda misalnya untuk produk kaos, namun khusus untuk produk pin cukup kenceng pada saat kampanye, acara-acara khusus promo. Bahkan untuk produk mug (media cetak keramik seperti cangkir) cukup laris dipesan oleh-oleh perusahaan maupun instansi khusus seperti rumah sakit dan lain-lain.

"Untuk modal kerja investasi alat tidak lebih dari Rp 15 juta (pin, kaos, mug, ID card)," kata Yanwar saat berbicang dengan detikFinance, Kamis malam (25/6/2009).

Ia mencontohkan untuk pemula yang akan terjun khusus untuk produk pin, setidaknya harus merogoh kocek untuk alat pres pin Rp  2,1 juta, cutter pemotong Rp 125.000,
printer khusus dokumen foto Rp  2,1 juta, perangkat computer Rp 4 juta. Sedangkan untuk barang modal seperti material pin Rp 80.000 mencakup 100 buah dan kertas catak Rp 40.000 sebanyak 100 lembar.

Beberapa produk pin sangat bermacam-macam variasinya mulai dari jenis pin pengait, jenis magnet, tutup botol, gantungan kunci dan lain-lain. Selain itu, untuk produk lainnya seperti kaos, mug, id card harus menggunakan mesin cetak khusus lainnya.

Bicara soal margin, untuk satu buah pin, bisa diambil keuntungan Rp 1.000-1.500 per buah, dengan harga jual pin mulai dari Rp 3.000-3.500 per buah. Sedangkan untuk jenis catak kaos, harganya mulai dari Rp 40.000-60.000 sangat tergantung dengan jenis bahan dan warna kaos dengan margin yang cukup menggiurkan.

"Dari pengalaman yang ada balik modal dari usaha ini bisa 4 bulan. Seperti di Bogor, ada peserta didik yang punya langganan rumah sakit  khusus untuk  pesan mug," jelasnya.

Ia mencontohkan untuk produk pin, jika mampu menjual 50 pin per hari maka balik modal selama 4 bulan relatif lebih mudah, sedangkan untuk kaos hanya cukup menjual 5-6 kaos buah per hari dan untuk mug 10 buah per hari.

"Intinya dari bisnis ini pemasarannya, si pelaku harus jeli sekali," jelasnya.

Yanur menambahkan secara umum dari bisnis ini lebih mengincar segmen anak muda, dan masuk katagori bisnis  kreatif. Ia mengakui pemain di bisnis cetak digital untuk kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta sudah lumayan banyak.

"Bisnis ini masih sangat prospek di daerah-daerah, sangat menjanjikan," serunya.

LPTTI menggelar beberapa kelas pelatihan dengan biaya mulai dari Rp 1 sampai 1,5 juta untuk 10 kali pertemuan selama 2-3 minggu dengan jadwal pertemuan yang bisa disesuaikan peserta. Untuk kelas reguler dibuka mulai Senin-Kamis siang hari, sedangkan kelas khusus dibuka Senin-Kamis untuk sore dan malam hari dan kelas eksekutif dibuka Sabtu-Minggu.
 
Suhendra - detikFinance

Ruang Pamer

Tempat pameran yang paling umum dikenal adalah Museum, dan setelah itu Galeri, selain tempat-tempat tertentu yang dipakai berpameran secara insidental.

Museum berasal dari kata “Mouseion” dalam bahasa Yunani yang mengacu pada Shrine of the muses yaitu lemari tempat penyimpanan barang-barang suci. Sedangkan di dalam The American Heritage Dictonary of English Leaguage Forth Edition (www.AmericanHeritage.com, 2004) menyebutkan bahwa museum memiliki arti sebuah bangunan yang dapat dilihat orientasi kerja atau aktifitas yang meliputi akuisisi, konservasi, pameran dan interpretasi yang mendidik.
Ruang Pamer
Galeri berasal dari kata “Galeria” dari bahasa Inggris abad pertengahan dan “ Galilee” dari bahasa prancis utara kuno yang mempunyai arti relatif lebih banyak dibanding kata museum. Dua diantaranya adalah :
Bangunan sebagai tempat pameran yang apresiatif dan non komersial
Bangunan sebagai tempat pameran yang bersifat menjual (komersial). (Mingkit, 2001:68)
    Ruang Pamer
    Pengertian museum dan galeri sering memiliki kesamaan arti dikarenakan keduanya adalah suatu tempat yang berfungsi utama sebagai tempat memamerkan obyek dan artefak. Namun setelah melewati waktu tertentu serta perkembangan museum dan galeri memperlihatkan pergeseran makna dan pemahaman mengenai fungsinya sejalan dengan perkembangan jaman. Seperti yang dituliskan Duncan Cameron 1971 bahwa museum kini memiliki dua jenis peran yaitu peran museum yang lama dan peran museum yang baru. Peran museum yang lama adalah sebagai kuil, yaitu museum memainkan fungsi universal dan melampaui batasan masa. Peran museum yang baru sebagai forum adalah suatu tempat untuk pertentangan, eksperimentasi dan debat. (dalam Mingkit, 2001:71)
    Dalam konteks seni, museum, galeri dan tempat-tempat yang sering dipakai sebagai tempat berpameran adalah termasuk dalam konteks seni rupa. Tanpa kehadiran tempat-tempat ini, proses berkarya atau berkesenian bagi seniman menjadi kurang berarti. Karena melalui tempat-tempat ini para seniman bisa mendialogkan aspirasi-aspirasinya lewat karya seni kepada pihak seni atau masyarakat pada umumnya.
    Biasanya setiap negara atau kota memiliki museum atau Galeri Nasional, dan juga tempat-tempat pameran yang dikelola oleh pemerintah. Di Indonesia misalnya di setiap kota memiliki Dewan Kesenian dan Taman Budaya. Namun setelah dalam perkembangannya Dewan Kesenian dan Taman Budaya sudah tak dapat lagi berperan, maka banyak institusi museum atau galeri yang dikelola oleh swasta yang bersifat pribadi, seperti Museum Affandi (Yogyakarta), Museum Widayat (Magelang) dan Museum Nyaman Gunarso (Bali) dan lain-lain.
    Ruang-ruang pamer ini dianggap menjadi jembatan antara seminan dengan masyarakat. Sehingga sarana berkomunikasi ini kemudian menjadi sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor di sekelilingnya.
    Namun pada kenyataannya museum memiliki visi dan birokrasi yang berbeda dan cukup spesifikasi, sehingga tidak mampu menampung berbagai ide, gagasan seniman dan praktisi seni. Sehubungan dengan itu semakin berkembanglah galeri-galeri swasta yang cenderung pada komersil, dan ruang-ruang alternatif yang dikelola para praktisi seni bahkan seniman sendiri yang diistilahkan oleh Irianto (2004 : 7) dalam Buletin Surat vol. 19 Cemeti dengan Artist-Run Space dan Artist Initiative, yang bekerja berdasarkan visi masing-masing.
    Disadari atau tidak disadari ruang-ruang pamer ini menjadi bermuatan dan relatif tidak lagi netral, disebabkan oleh image dan ideologi yang ada dalam sebuah ruang pamer yang tercipta dari pandangan-pandangan kesenian dari pengelolanya. Ruang-ruang yang dikelola oleh seniman sendiri (Ruang alternative) di Indonesia, semakin marak yang berada diseputar daerah kesenian arus utama semisal, Galeri Cemeti sekarang Cemeti Art House (Yogyakarta), Ruang Rupa (Jakarta), Selasar Sunaryo Art Space (Bandung) dan Klinik Seni Taxu (Bali) dan Kecil Art Studio (Surabaya).


    2009/11/03

    Clay Tepung

    Plastisin Clay (Clay Tepung):

    Hampir sama dengan Lilin malam hanya saja tidak selunak lilin malam dan lebih mantap bentuknya (lebih keras dibandingkan lilin malam). Plastisin Clay dapat dibuat sendiri dan cukup mudah dikerjakan bersama anak-anak.

    Bahan yang diperlukan:
    - Tepung terigu : tepung tapioka : tepung beras dengan perbandingan 1:1:1.
    - Lem kayu misalnya lem fox (atau sejenisnya).
    - Sedikit natrium benzoat/pengawet makanan atau Borax juga tidak apa-apa. (ini tidak wajib, jika ingin hasil tahan lama
    tidak berjamur).
    - Cat poster/akrilik/cat air.
    - Pilox bening/cat kuku bening.

    Cara membuat:
    - Campur tepung, masukan lem sedikit demi sedikit hingga serasa pas dan tidak lengket ditangan.
    - Bagi beberapa bagian (sesuai warna-warna yang diinginkan) dan campurkan sedikit demi sedikit cat,
    sampai warna yang diinginkan tercapai.
    - Clay tepung siap di bentuk.
    - Angin-anginkan hingga kering.
    - Dapat disemprotkan Pilox transparant atau dioles cat kuku agar lebih tahan lama.

    Peralatan

    Dalam membuat kerajinan clay pada dasarnya anda tidak memerlukan peralatan khusus, namun saat ini beberapa toko craft supplies sudah ada yang menjual beberapa peralatan khusus untuk mempermudah para hobiis clay.

    Anda dapat menggunakan beberapa peralatan dasar yang banyak terdapat dirumah seperti: gunting kecil, cutter, penggaris, lem putih, ballpoint, bubuk pemulas mata, cat air /pinset/ minyak, pinset, jarum, glitter, cat kuku bening sebagai varnish dll.

    Namun jika anda menginginkan alat yang lebih praktis agar hasil akhir karya anda lebih sempurna, ada baiknya anda menggunakan beberapa peralatan dan perlengkapan tambahan seperti : slicing blade, shaping tools, craft pinset, needle tool, special glossy varnish, resin.



    Search This